Minggu, 17 Januari 2016

teknologi amobilisasi enzim jenis mikrokapsul

I. PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Teknologi amobilisasi enzim berkembang dengan disadarinya beberapa sifat enzim yaitu: ketidak stabilan enzim, tingginya biaya isolasi dan pemurnian serta mahalnya penggunaan enzim karena enzim yang dipakai didalam larutan tidak dapat atau sullit untuk dipisahkan dan dipergunakan lagi. Padahal selama enzim belum mengalami struktur, enzim dapat dipakai secara berulang – ulang.
Stabilisasi enzim dapat dilakukan dengan jalan mengubaha struktur kimiawi enzim sedemikian rupa sehingga enzim tetap aktif tetapi tidak rapuh terhadap pengaruh – pengaruh oksidasi, perubahan pH, suhu, kemungkinan proteolisis, hidrolisis dan pengaruh lingkungn lainnya.
Pada dasarnya metode amobilisasi di bedakan menjadi metode pengikatan dan absorbsi serta penjebakkan atau pemerangkapan. Pengikatan enzim dapat di lakukan secara pengikatan silang (cross linking) atau pengikatan terhadap penyangga sedangkan penjebakkan dapat di lakukan oleh gel, serabut atau dalam kapsul kecil (mikro kapsul).
Mikroenkapsulasi adalah proses fisik dimana bahan aktif (bahan inti), seperti partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding), berupa lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi tertentu saat digunakan. Ide dasar mikroenkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel. Mikroenkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.



1.2.            Rumusan Masalah
1.      Bagaiamana ciri – ciri mikrokapsul?
2.      Bagaimana amobilisasi enzim dengan mikrokapsul?
3.      Bagaimana aplikasi dalam industry pangan?

1.3.            Tujuan
1.      Ciri – ciri mikrokapsul.
2.      Amobilisasi enzim dengan mikrokapsul.
3.      Aplikasi dalam industry pangan.



II. PEMBAHASAN

2.1.      Ciri – Ciri Mikrokapsul.
Pengelompokan kapsul berdasarkan pada ukuran partikel > 5000 μm (makro), 1,0-5000 μm (mikro) dan < 1,0 μm (nano).  Mikrokapsul dapat berbentuk bola, persegi panjang ataupun tak beraturan. Dua jenis struktur utama dari mikrokapsul adalah satu inti (single core) dan banyak inti (multiple core) pada bagian dindingnya. Mikrokapsul dengan satu inti biasanya diproduksi dengan cara co-acervation, droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Model ini biasanya memiliki muatan inti yang tinggi, misalnya 90% dari total berat mikrokapsul. Mikrokapsul dengan struktur banyak inti di bagian dinding umumnya diproduksi menggunakan spray drying.Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian tengah mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian selama tahap-tahap pengeringan akhir. Biasanya, struktur ini memiliki persentasi pelapis hingga 70% dari berat mikrokapsul.
Bahan di dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fasa internal, atau pengisi. Bahan inti dapat berupa emulsi, bahan kristalin, suspensi padatan, ataupun gas.Isi dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam mekanisme. Pelapis dapat rusak secara mekanik, misalnya akibat dikunyah, meleleh ketika terekspos dengan panas, terlarut dalam solvent (pelarut).
Perubahan pH dapat mengubah kemampuan proses penembusan bahan aktif sehingga mengendalikan pelepasan. Pelapis dari lemak (lipid) dapat terdegradasi akibat enzim lipase dan bahan aktif berdifusi ke lingkungan. Sifat fisik dan kimia dari bahan aktif (seperti kelarutan, difusivitas, tekanan uap, dan koefisien partisi) dan pelapis (seperti ketebalan, porositas dan kemampuan bereaksi) juga mempengaruhi pelepasan bahan aktif.Bahan pelapis yang disebut juga sebagai kulit, dinding, atau membran, dapat berasal dari film-forming (pembuat lapisan tipis) polimer natural atau sintesis. Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik bahan aktif, juga proses yang digunakan untuk membuat mikrokapsul. Bahan pelapis harus tidak larut dan tidak bereaksi terhadap zat aktif. Umumnya, polimer yang tidak larut dalam air digunakan untuk membuat mikrokapsul dengan bahan aktif seperti air, dan polimer yang dapat larut air digunakan untuk mikrokapsul pada bahan aktif organik. Untuk meningkatkan kualitas lapisan, lapisan dibuat beberapa lapis, memiliki sifat yang seperti plastik, cross-linking, juga ada perlakuan pada permukaannya. Ketebalan lapisan dimanipulasi untuk meningkatkan permeabilitas dan stabilitas dari mikrokapsul.
2.2.      Amobilisasi Enzim dengan Mikrokapsul.
Pada teknologi amobilisasi dengan mikrokapsul, enzim dibuat amobil dalam bentuk kapsul berukuran mikro, yang dibuat dari polimer organic. Membrane kapsul di buat permeable terhadap substrat maupun produk. Dengan metoda ini kontak antara substrat dan enzim menjadi lebih baik. Beberapa enzim dapat ditempatkan sekaligus di dalam struktur mikro kapsul. Metode ini terbatas pada enzim yang substratnya berukuran relative kecil sehingga dapat berdifusi melalui membrane kapsul.
Polimer untuk membuat mikrokapsul dapat dilarutkan di dalam pelarut organic dan diendapkan kembali dengan pelarut organic lainnya yang tidak dapat bercampur denga pelarut tadi. Contohnya adalah gabungan eter dan xylene atau chloroform dan eter. Polimer yang dapat di pergunakan pada metode ini termasuk nitro selulosa, polistiren, polivinil asetat. Larutan enzim dibuat menjadi struktur emulsi dengan mencampurkannya denga larutan organic yang mengandung polimer. Terhadap bentuk emulsi enzim dalam pelarut organic ini di campurkan pelarut organic lain yang bersifat tidak melarutkan polimer, sehingga mengelilingi emulsi enzim.
Cara lain untuk membuat struktur kapsul adalah dengan metode polimerisasi pada permukaan suatu emulsi. Larutan enzim dan suatu monomer yang bersifat hidrofilik diemulsikan di dalam pelarut organic. Monomer yang bersifat hidrofobik ditambahkan dalam campuran ini dengan pengadukan, sehingga terjadi polimerisasi pada permukaan emulsi cairan (hidrofilik) didalam fase organic; dengan kata lain polimerisasi ini terjadi pada fase organic dan cairan. Jadi enzim dalam fase cair dibungkus oleh membrane semi permeable yang tersusun atas dua polimer.


Gambar 1. Entrapping jenis mikrokapsul
2.3.      Aplikasi Dalam Industry Pangan.
Mikroenkapsulasi laktase dikembangkan untuk menghindari adanya hidrolisa laktose sebelum konsumsi. Enzim laktase, yang dihasilkan dalam usus kecil, diperlukan untuk menghidrolisa laktose menjadi glukosa dan galaktosa. Ketiadaan laktase dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada proses pencernaan saat mengkonsumsi susu, seperti kram atau diare. Untuk mengatasi masalah ini, enzim laktase ditambahkan pada susu sebelum dikonsumsi. Namun, hal ini mengakibatkan terjadinya proses hidrolasi laktose sebelum dikonsumsi dan mengubah rasa susu empat kali lebih manis dibanding sebelum ditambahkan. Dengan mikroenkapsulasi, laktase yang ditambahkan akan bereaksi dengan laktose setelah dikonsumsi karena rusaknya mikrokapsul akibat proses pencernaan. Bahan pelapis yang memberikan efisiensi enkapsulasi hingga 94.9% adalah Medium Chain Triglyceride(MCT).
Penambahan enzim secara langsung ke dalam susu pada proses pembuatan keju memberikan hasil tidak seperti yang diinginkan karena hilangnya enzim dalam whey, pendistribusian enzim yang kurang baik sehingga mengurangi kualitas keju. Penambahan enzim yang telah dienkapsulasi menghilangkan masalah akibat penambahan enzim langsung dan mencegah proteolisis yang segera dan ekstensif serta kontaminasi whey. Secara fisik, immobilisasi enzim dalam mikrokapsul terpisah dari substrat dalam campuran dadih susu dan keju selama proses pembuatan keju. Enzim hanya dilepaskan ke dalam matrix keju ketika kapsul rusak selama proses pematangan. Lemak susu digunakan beberapa peneliti untuk melapisi enzim yang bertanggung jawab pada penghasil rasa di keju. Keju yang dihasilkan dengan mikrokapsul ini memiliki rasa yang sangat kuat daripada keju tanpa mikroenkapsulasi enzim.



III PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
1.      Amobilisasi enzim dengan mikrokapsul merupakan metode amobilisasi dengan cara menjerat enzim didalam sebuah kapsul bulat berukuran micron.
2.      Pembuatan mikrokapsul menggunakan polimer organic.
3.      Polimer yang digunakan adalah nitro selulosa, polistiren, polivinil asetat.
4.      Ukuran mikro kapsul 1 – 300 µm.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar